Penulis : Florentina Monika Minda
Dalam semangat membangun kepedulian dan pelayanan yang inklusif, STKIP Widya Yuwana Madiun menyelenggarakan kegiatan bertema “Pastoral Difabel”” di Aula Widya Yuwana. Acara ini diikuti oleh seluruh mahasiswa dan menghadirkan narasumber dari Pastoral Difabel Keuskupan Surabaya. Tujuan kegiatan ini adalah memperluas wawasan mahasiswa mengenai pentingnya pelayanan Gereja yang terbuka bagi semua, termasuk bagi saudara-saudari penyandang disabilitas.
Pada sesi awal, narasumber mengajak peserta untuk memahami penggunaan istilah yang tepat dalam menyebut individu dengan disabilitas. Melalui tayangan bertuliskan “Tuli atau Tunarungu, mana kata yang sopan?”, peserta diajak berdiskusi bahwa istilah “Tuli” kini lebih diterima dan bermartabat karena merefleksikan identitas budaya komunitas Tuli, bukan sekadar label medis. Selain itu, peserta juga diperkenalkan pada BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia), bahasa visual yang menjadi sarana komunikasi utama dalam komunitas Tuli. Mahasiswa pun diajak untuk mempelajari gerakan dasar BISINDO sebagai langkah kecil menumbuhkan empati dan pemahaman lintas budaya.
Dalam sesi berikutnya, pembicara menjelaskan bahwa Pastoral Difabel Keuskupan Surabaya merupakan bagian dari Pastoral Khas Gereja Katolik, yang berfokus pada pelayanan umat dengan kebutuhan khusus. Pelayanan ini bukan sekadar bentuk belas kasihan, melainkan pengakuan bahwa setiap pribadi difabel adalah bagian dari Imago Dei (citra Allah) yang berharga dan utuh. Mengutip Kitab 1 Samuel 16:7, “Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati,” Gereja diajak untuk tidak berhenti pada pandangan lahiriah, melainkan menumbuhkan kasih sejati yang melihat martabat ilahi setiap orang.
Paus Fransiskus dalam ensiklik Fratelli Tutti juga menegaskan bahwa kasih Tuhan tidak mengenal syarat. Gereja dipanggil untuk memastikan partisipasi aktif umat difabel dalam seluruh bidang kehidupan, baik dalam liturgi, pendidikan iman, maupun pelayanan sosial. Dengan demikian, Gereja tidak hanya berbicara tentang kasih, tetapi sungguh menghadirkannya dalam tindakan yang nyata dan inklusif.
Selain memperkenalkan pastoral disabilitas, kegiatan ini juga mengangkat gagasan Kampus Inklusi, yakni lembaga pendidikan tinggi yang terbuka terhadap keberagaman dan menjamin akses yang setara bagi semua mahasiswa. Konsep Kampus Inklusi memiliki empat pilar utama: program dan kurikulum, lingkungan fisik yang ramah, dukungan IT, serta sistem support seperti Disability Center dan Student Support. Melalui keempat pilar ini, STKIP Widya Yuwana berkomitmen untuk terus menjadi ruang belajar yang menghargai perbedaan dan menumbuhkan semangat kemanusiaan.
Kegiatan yang berlangsung dengan penuh kehangatan ini memberikan pengalaman baru bagi para mahasiswa untuk melihat katekese dan pastoral dari perspektif yang lebih luas. Pastoralisme tidak lagi sekadar pelayanan rohani, tetapi juga perwujudan kasih Allah dalam menerima setiap pribadi dengan segala keunikannya. Dengan semangat itu, mahasiswa diajak menjadi pembawa terang Kristus yang mendengarkan, melibatkan, dan menghargai semua orang seperti pesan tema kegiatan ini: “Kekuatan Allah dalam Kerapuhan Kita.”